Wednesday, May 22, 2019

Kajian Nurul Iman / 21.07.18 / Ust. Nuzul Dzikri / Ikatlah Ia Agar Tidak Lepas

Kajian Nurul Iman
21.07.18
Ust. Nuzul Dzikri
Ikatlah Ia Agar Tidak Lepas
Kajian Kitab Tadzkiratu as-Sami' wa al-Mutakallim fi Adabi al-'Alim wa al-Muta'allim (Ibnu Jamaah)


Barangsiapa yg tidak memiliki pondasi maka ia tidak akan sampai tujuan, membangun basic adalah lebih utama dan perlu proses yg panjang. Islam itu seperti bangunan, dibangun diatas 5 rukun. Seorang mukmin dgn mukmin lain bagai satu bangunan. Proses membangun pondasi bangunan lebih panjang dan rumit drpd lantainya. Burj El Khalifa tingginya 480 meter, pembangunan pondasinya lama dan 58 meter di bawahnya. Manusia apabila ingin hijrah kudu dalam pondasinya, adab, iman, aqidah, kitab2 yg harus dikhatamkan belajarnya. 

Ilmu itu harus dr niat, harus ikhlas, dan harus ada pengagungan thd ilmu.  Kita ke sini dlm rangka mengagungkan Allah, mengagungkan Rasulullah. Kalo tujuannya hanya belajar, ngga masalah selama pesan itu sampai. Tp tugas kita bukan cuma belajar dan memahami konten. Tp tugas kita mengagungkan majelis ilmu. Ga bisa sambil main gadget, ga bisa sambil ngobrol ama temen. Dengar dengan serius, diam, agar kalian disayangi oleh Allah. Tujuannya adalah disayang oleh Allah, agar taqwa...

Adab berikutnya di Majelis Ilmu adalah mencatat.

Rugi kalo ga mencatat, karena mencatat ilmu adalah menjalankan perintah Rasulullah. Pd hadits riwayat Thabrani dikatakan, ikatlah ilmu dengan catatan anda. Dan apa yg dibawa oleh Rasul ambil dan kerjakan. Kalo cuma dengerin aja ga dapet pahala mencatat, agak rugi gitu.. dan Rasul menggunakan kata ikatlah. So, catatan adalah ikatan ilmu agar tidak lepas.... 

Ilmu ibarat binatang buruan, dan catatan adalah pengikatnya. Ikatlah binatang buruan anda dengan ikatan yg kuat. Dan salah satu bentuk kedunguan/kebodohan adalah engkau memburu seekor kijang lalu begitu ertangkap tidak diikat, dibiarkan begitu saja... 
Udah capek2 dateng ke kajian, ilmunya penting buat keluarga dan diri antum, ehh ga dicatet... Rugi...

Orang yg datang ke majelis ilmu mendapat 2 nikmat. Nikmat ilmu dan nikmat media untuk mencatat: "Alladzi allama bil qalam", yg mengajarkan dengan pena. 

Al Imam Qatadah menafsirkan ayat ini pena adalah nikmat allah yg sangat besar. Kalau tidak ada pena, agama ini tidak akan tegak, dan kehidupan tidak berjalan dengan baik. 
Kalo kalian mendengar sesuatu dariku, maka catatlah, walaupun kalian harus mencatat di tembok, kata seorang ulama.

Imam Nawawi berkata Imam Syafi'i lahir dan menjalani masa kecil sebagai seorang yatim dan kehidupan ekonominya sempit. Tp beliau adalah orang yg cerdas. Dia datang ke ulama dan duduk, lalu beliau catat ilmu, faedah, mutiara hikmah dr ulama tsb di tulang2, karena beliau tidak punya uang untuk beli kertas dan buku. Kemiskinannya bukan menjadi kendala, justru itu adalah peluang mendapatkan keberkahan. Ilmu tidak bisa didapat dengan ketinggian jiwa, tp kerendahan kehinaan, kehidupan yg tertib dan menjadi hamba pd ahli ilmu. Apabila ia membaca buku halaman pertama, ia tutup halaman kedua dengan jarinya, ia tidak ingin hlmn kedua terbaca terhafal secara otomatis, sebelum halaman pertama selesai. 

Syaikh Al Albani juga ngga punya uang untuk membeli kertas shg beliau mencari kertas bekas ke jalan2 agar beliau bisa mencatat di bagian yg masih kosong. Kalo beliau punya uang dikit beliau datang ke penjual kertas bekas kiloan biar dapat kertas bekas debgan harga murah.

Said bin Zubair muridnya Abdullah bin Abbas berkisah "Aku pernah jalan dgn Abdullah hin Abbas pd malam hari ke kota Makkah. Beliau menjelaskan hadits2 Rasulullah kepada muridnya, ngobrol ttg ilmu. Pada saat itu aku tidak siap dgn buku dan kertas, maka aku catat ilmu yg disampaikan Abdullah bin Abbas sepanjang malam di pelana tungganganku... Begitu pagi hari sampai Makkah, aku menyalin kembali catatan di pelana itu ke bukuku." Di kesempatan yg lain Said bin Zubair udah siap bawa buku dan pena, dan ketika bukunya sudah habis tp Abdullah bin Abbas masih berbicara terus, Said ambil sandal beliau dan mencatat di sandalnya sampai sandalnya penuh dgn catatan. 

Catet terus, yg sabar, biar ngga terkungkung dalam kebodohan. 

Dan mencatat adalah salah satu bentuk memuliakan ilmu. Kalo kita anggap ilmu itu punya value, punya nilai, maka kita akan jaga, akan ikat dan simpan agar ia tidak terbuang sia2. Duit aja kan disimpen, dijaga masukin dompet. Barangsiapa yg tidak memuliakan ilmu, maka Allah tidak akan memuliakannya dengan ilmu.

Raja bin Haiwan ulama negeri Syam, pun pernah lupa dan menyesal karena tidak mencatat ilmu.

Imam Bukhari tidak mencatat di majelisnilmu, baru setelah kajian beliau pulang ke Bukhara beliau mencatat ilmu yg ia peroleh dari a sampa z tanpa ada yg tertinggal.

Jangan sampe kufur nikmat ilmu dan media mencatat. Secara umum orang tidak akan mengatakan ilmu itu ngga bernilai, tp sikap dan perilakunya yg mengatakan demikian.


QnA

1. Gimana kalo kajiannya direkam, soalnya lebih suka mendengarkan drpd membaca.
Bukan soal metode belajar yg cocok ama kita aja, tp ini mengamalkan perintah. Suka atau nggak suka, tp SOP nya gitu, Rasulullah bilang gitu. Core valuenya adalah memuliakan ilmu, Rasul bilang memuliakan ilmu salah satunya dengan mencatat.

Kenapa Islam bisa kuat, karena di dalam dada pengikutnya ada pengagungan, penghormatan, semangat, ada marwah terhadap ilmu. Banyak yg bilang mencatat adalah metode. Tp bedakan ilmu agama dengan ilmu yg lain (madrasah dan mahkamah). Kalo ilmu yg lain biar pinter, tp ilmu agama biar bisa taat, biar bisa tunduk. Di mahkamah salah dihukum, bener dihadiahin, tp di madrasah bener bisa jd tetep ditegur, karena bener tp sombong bisa jadi riya bisa jadi, di madrasah salah bisa jd dirangkul biar bener dan tetep down to earth.

2. Ikatlah ini apakah berlaku bagi jodoh?

An Nisa 21, mitsaaqan ghalidza, ikatan pernikahan yg kuat. Kalo perempuan tauhidnya kuat, tauhid asma wa shifatnya kuat maka kecerdasan emosional nya bisa bagus, maka ini bisa membangun mitsaaqan ghalidza ikatan pernikahan yg kuat kepada suami.

3. Berapa presentase antara doa dan ikhtiar? Soalnya rasanya ngga tenang rasanya ikhtiarnya kurang terus.

Kalo hati ngga tenang berarti melakukan sebuah kesalahan. Mengingat makhluk itu penyakit, tp mengingat Allah membuat tenang. Konsep saad dan saah yg kudu jalan semua dan seimbang. Gunakan semua pihak haknya masing2 khususnya haknya Allah. Konsepnya tidak melupakan juga bagian kita dunia (Al Qashash 77). 



No comments:

Post a Comment