Wednesday, May 22, 2019

Kajian Nurul Iman / 19.01.19 / Ust. Nuzul Dzikri / Menjadi Wali, Mungkinkah?

Kajian Nurul Iman
19.01.19
Ust. Nuzul Dzikri
Menjadi Wali, Mungkinkah?
Kajian Kitab Tadzkiratu as-Sami' wa al-Mutakallim fi Adabi al-'Alim wa al-Muta'allim (Ibnu Jamaah)


Kita harus banyak bersyukur karena fasilitas yg kita dapatkan sekarang untuk datang ke majelis ilmu karena taufik dan hidayah dari Allah SWT

Amalan yg paling Allah cintai adalah amalan yg paling kontinyu dan rutin meski sedikit. Sedikit durasinya, kuantitasnya, orangnya. Rutinitas itulah yg akan dapat merubah kita. Selebihnya adalah refreshing. Kalo ingin membuat perubahan, maka kita kudu ikut kajian yg rutin. Ini semua sunnatullah, pola yg Allah terapkan dalam kehidupan.

Al Fattah ayat 23, sunnatullah yg telah berlaku dr masa2 sebelumnya, tidak akan berubah. Sunnatullah dlm kehidupan salah satunya perubahan adalah rutinitas. Itu kaidahnya. Kalo kita bisa jaga rutinitas, dlm konteks ini adalah kajian rutin, maka bisa istiqomah.

Yg paling susah adalah menjaga ibadah setelah Ramadhan, menjaga kontinuitas ibadah setelah pergi haji. Kita harus kembali memahami inci demi inci di dalam kehidupan. Jangan nunda ibadah. Kalo bisa dikerjain pagi, kerjain, jangan nunggu sore.

Keberkahan itu tergantung effort. Berkah salah satu kuncinya adalah usaha, kerja keras kita, ikhtiar kita.

Allah akan kasih yg terbaik untuk para wali-Nya. Nggak mungkin Allah kasih yg biasa2 aja ke wali Allah. Allah akan hilangkan rasa takut dan sedih, juga Allah beri kabar gembira di dunia dan akhirat (lihat catatan minggu lalu)

Mungkinkah kita jadi wali Allah? Ataukah wali Allah tertutup bagi orang yg banyak dosa, yg masa lalunya kelam?

Pintu menjadi wali masih terbuka. Setiap kita dgn izin Allah dan usaha kita, masih bisa menjadi wali Allah. Caranya bisa dilakukan semua orang, mungkin dilakukan, tanpa pandang bulu.


Wali2 Allah adalah orang-orang yg beriman dan orang-orang yg bertaqwa.


Cara menjadi wali Allah yg pertama adalah IMAN. Yg dimaksud iman di sini dijelaskan dlm tafsir Ath Thabari, orang yg mempercayai semua yg datang dr Allah dan Rasul-Nya, yakin seyakin-yakinnya, tanpa ada keraguan.


Kalo ingin jd wali, maka tanamkan pd diri kita keyakinan kepada Allah, percaya pd Allah, bukan melakukan hal2 yg aneh di luar kebiasaan. Percaya sm Allah, meski kadang mungkin susah kita pahami dgn nalar kita, ga masuk ke logika kita.


Kepercayaan merupakan inti dari agama kita. Kepercayaan adalah kunci dr kehidupan dan hubungan. Trust. Karena manusia dlm hidup pasti berhubungan. Seintrovertnya orang, pasti berhubungan dgn orang lain. Pasti berhubungan dgn Penciptanya. Kunci sukses hidup dan hubungan itu kepercayaan. Semua hubungan apabila kehilangan kepercayaan, maka akan berantakan.


Allah paling ngerti tentang kita, begitu Allah tahu bahwa inti kehidupan dan hubungan adalah kepercayaan, maka kemudian Allah turunkan agama yg intinya kepercayaan. Iman. Manusia pikir dia hidup dengan kecerdasan, kekayaan, padahal tidak, melainkan dengan kepercayaan.


Percaya pd Allah, itu yg bikin kita bertahan. Allah kasih penyakit pasti ada hikmah, karena percaya sakitnya bisa menggugurkan dosa dan meningkatkan derajat.
Orang yg beriman kepada hari kiamat, ketika kehilangan orang2 terdekatnya, dia percaya Allah akan mempertemukan kembali di surga Allah.
Iman adalah kebutuhan. Iman kepada Rububiyah Allah, Asma wa shifat Allah, lalu diamalkan dalam perbuatan kita dlm meyakini Ilahiyah Allah.


Masalah itu di hati, percaya atau nggak percaya, dengan janji Allah. Masalah itu lebih percaya kepada makhluk drpd kepada Allah. Gimana ke depan, gimana nanti, takut ini itu. Padahal orang2 yg beriman hilang rasa takutnya karena percaya pd Allah.


Mayoritas orang mikir masalah ada di luar.


Bangun iman, dengan rububiyah Allah, uluhiyah Allah, asma wa shifat Allah. Lalu pd malaikat2 Allah, lalu pd kitab2 suci, lalu Nabi dan Rasul, lalu hari kiamat, lalu takdir...


Orang yg percaya dgn takdir itu enak hidupnya. Dia tau semua yg terjadi atas kehendak Allah. Semua ciptaan Allah. Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Mahabaik. Semua yg ditakdirkan atas kita adalah yg terbaik bagi kita.


Akal seperti makhluk yg lain, seperti halnya anda ga bisa lihat Monas dr Blok M, tp bukan berarti Monas nggak ada. Kita harus yakin bhw yg disampaikan Allah adalah kebenaran mutlak.


Perjalanan orang2 terbaik, ujian yg Allah kasih ke mereka itu jauh lebih tinggi drpd kita. Dan ujian itu memiliki benang merah. Seperti Ibrahim yg diperintahkan untuk menyembelih anaknya. Itu logika apa?
Ash Shaffat 102.
Orang yg percaya tanpa ada pertimbangan lain langsung menaati. Ismail tumbuh menjadi laki2 muda yg kuat yg bisa mensupport ayahnya. Endingnya positif, ga ada kisah sedih, ga ada darah dan air mata. Ini masalah iman.


Dan ini terus terjadi. Allah ingin uji, kita lebih memaintain logika kita atau kepercayaan kita kepada Allah. Akal bisa salah, tp dalil tidak. Kita yg terlalu sombong.


Iman. Pasti ada pertolongan. Pasti ada jawaban. Pasti Allah ga akan nyakitin kita. Begitulah orang2 besar pada saat itu. Perintah2 Allah adalah ujian keimanan, anda percaya pd akal atau wahyu Allah. Logika kita itu berubah2. Wahyu Allah gak akan berubah.


Cara yg kedua adalah TAQWA pada Allah


Hasan Al Basri menjelaskan taqwa adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.
Tafsir QS Yunus 63 Ath Thabari juga menjelaskan taqwa seperti itu.


Sami'na wa atha'na. Imannya dikuatin. Yakin, percaya, baru taat.


Larangan minum khamr, Al Maidah 90, yg dulu menjadi kultur dan kebiasaan. Abu Ubaidah, Thalhah, Ubay, Anas, dulu suka meminum khamr, pada saat itu langsung membuang khamr di depan matanya. Dan pd sebuah riwayat dikatakan Madinah banjir khamr. Sami'na wa atha'na.
Imam Ghazali mengatakan bahwa merubah kebiasaan itu yg paling susah. Khamr dulu kebiasaan. Tp dgn 1 ayat, selesai sudah kebiasaan minum khamr. Karena iman. Imannya kuat.


Yg pertama kali turun ayat2 Al Qur'an adalah mengenai akhirat, surga neraka, iman, lalu baru setelah itu hukum2.


Kalo ingin jadi wali Allah maka jalankan perintah lalu jauhi larangan. Dan perintah yg harus kita nomosatukan adalah yg wajib-wajib, lalu yg sunnah-sunnah. Skala prioritas... yg wajib dulu, lalu yg sunnah.


Hadits Qudsi ttg wali Allah:


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya."


Amalan yg paling wajib adalah tauhid laa ilaha illaLlah. Iman. Baru setelah itu amalan2 dzohir, zakat, haji, lalu kewajiban2 yg lain.


Wali Allah itu pola pikirnya adalah "kewajiban saya", bukan "hak saya".
Racun kalo kita mikir "hak saya" terus dan nuntut terus, wali tu nggak gitu... Mikir kewajiban sy apa. Kalo fokus ke kewajiban, akan jd wali Allah, yakin Allah ga akan bohongi dia. Allah udah jamin.


Yg bikin hidup kita berantakan adalah kita mikir hak hak hak. Padahal yg belum pasti adalah ibadah kita, dilakukan nggak, keikhlasan kita lillahi ta'ala nggak. Yg pasti adalah Allah akan tolong, Allah akan kasih jalan keluar. Semua yg terjadi adalah desain Rabbul Alamin.


Asy Syaikh Al Jami berkata, kalo ingin memiliki iman dan taqwa, pintu gerbangnya adalah ilmu. Kita ga akan percaya dan beriman pd pihak lain kalo kita nggak punya data tentang pihak lain tsb. Kita ga akan mau diperintah dan dilarang kalo ga percaya. Begitu juga dgn percaya pd Allah. Ga percaya karena ga punya ilmu....
Makanya ayat pertama adalah Iqra'.


Salah satu ciri wali Allah di tafsir Ibnu Katsir:
Ada seseorang bertanya pd Rasul, "siapakah wali2 Allah?" Rasul menjawab, orang2 yg apabila dilihat oleh manusia, yg teringat adalah Allah...
Kalo kita bareng sama dia, kita liat dia, kita inget Allah SWT. Ngerasa diajak kembali kepada Allah, inget sama Allah. Masalah kayak gimana juga diingetin kembali ke Allah.


Kalo ingin jadi wali Allah, kita kudu senantiasa mengingat Allah dan mempengaruhi orang lain untuk mengingat Allah. Dan bukan sandiwara. Spontanitas.

Ada masalah apapun, inget Allah, udah doa belum, udah minta sm Allah belum, udah bersyukur belum.

Abu Sina Al Maliki, Apabila seseorang penuntut ilmi, apabila sebelum memperlajari manusia, dia membicarakan aib manusia, dimana dia akan sukses.
Kita kudu menguras hati kita yg sebelumnya isinya makhluk, lalu mengubah isinya menjadi Sang Khaliq.




QnA

-Pulang kampung tp jd ga bisa ngaji.
Apabila kita di sebuah kota, kita ga bisa bertanya pada ahli ilmu dan kita ga bisa belajar, maka ga boleh tinggal di sana. Kalo kendala ini bisa dimediasi dgn teknologi nggakpapa. Tp kalo ga bisa dimediasi, jangan.

-Sulit mengaplikasikan keyakinan pd Allah
Yakin tp blm manteb. Kunci pertama adalah belajar, kunci kedua adalah bergabunglah dgn orang yg shalih. Kunci ketiga adalah doa pd Allah, terus doa. Shalat istikharah sebelum membuat keputusan.

-Anak di luar nikah akan menikah.
Kalo ayah biologis menikah dgn ibu biologis, tp ada khilaf para ulama, anak tsb bisa diwalikan pd ayahnya.

-Akan berangkat umrah
Jaga niat, ikut manasik, tempel ustadznya minta banyak masukan dan nasihat

No comments:

Post a Comment