Wednesday, May 22, 2019

Kajian Nurul Iman / 13.04.19 / Ust. Nuzul Dzikri / Terjebak Makar Sendiri

Kajian Nurul Iman
13.04.19
Ust. Nuzul Dzikri
Terjebak Makar Sendiri
Kajian Kitab Tadzkiratu as-Sami' wa al-Mutakallim fi Adabi al-'Alim wa al-Muta'allim (Ibnu Jamaah)



Parameternya adalah niat. Niat yg menentukan baik buruknya kita, apakah kita berhasil dalam.menuntut ilmu agama atau tidak. Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas : "Sesungguhnya seseorang menghafal atau menguasai ilmu itu tergantung niatnya."

Imam Hammad bin Salamah :
"Barangsiapa yang menuntut ilmu hadits bukan karena Allah Ta'ala, maka dia akan terkena makar dari perbuatannya sendiri."

Sebelum menerima nasihat, kita sepatutnya mengenal siapa yang memberi kita nasihat.

Umat harus dijembatani untuk mengenal para ulama klasik. Karena umat tidak akan menjadi baik kalau tidak mengikuti pola ulama generasi terdahulu.

Imam Hammad adalah samudera ilmu. Beliau adalah pakar hadits, pakar bahasa Arab, pakar fiqh, dan salah satu tokoh besar dalam sunnah Rasulullah SAW. Dan beliau ahli ibadah.

Kalau ada yg mengatakan kepada Imam Hammad engkau akan meninggal esok hari, maka beliau tidak mampu menambah amalnya lagi (Imam Hammad bingung mau ngapain lagi, beramal apalagi, semuanya udah dilakukan oleh beliau, subhanallah). Waktunya itu habis untuk ibadah, tasbih, takbir...

Sebenarnya banyak orang yg lebih banyak beribadah drpd beliau, tp tidak ada orang yg lebih istiqomah drpd beliau, tidak ada yg lebih kontinyu drpd beliau. Rutin dalam beribadah itu penting. Karena amalan yg paling Allah cintai adalah yg kontinyu, rutin, walaupun sedikit. Itu yg membuat Imam Hammad sukses dan beliau menjadi icon umat Islam pada zamannya. Bahkan Yahya mengatakan jika anda mengatakan kalau ada yg mencela Hammad bin Salamah, maka perlu dikatakan keislamannya. Beliau sebelum mengajar suatu hadits membaca 100 ayat Al Qur'an dulu.

Ibnu Abdul Barr mengatakan agama itu rutinitas adat kebiasaan. Karena kebaikan itu rutinitas. Orang yg sukses bukan orang yg membuat karya semata, bukan orang yg mendapatkan momentum, tp orang yg menghargai setiap inci kehidupannya, dan mengisi setiap inci tsb dengan ibadah dan amal shalih. Mereka paham bahwa setiap inci itu membentuk puzzle kehidupan mereka.

Barangsiapa yg hidup dalam suatu pola tertentu maka akan wafat dgn pola yg ia rutinkan tsb. Kita akan diwafatkan dalam kondisi rutinitas kita, sesuai pola yg kita bangun pd saat kita hidup.

Maka parameter baik atau buruk bukan pada kajian ini, tp bagaimana rutinitas kita dlm mengikuti kajian ini.

Tidak akan beranjak kaki seorang hamba sampai ia ditanya 4 perkara. Salah satunya tentang umur kita untuk apa dihabiskan.
Pertanyaan ttg umur adalah pertanyaan tentang waktu, setiap detik kehidupan kita, bagaimana kita mengamalkan setiap inci kehidupan kita. Kajian kita cuma pilot project aja. Kalo di masjid aja kita ga bisa jaga image, di rumah Allah aja kita nggak jaga perilaku, apalagi di rumah sendiri yg bebas sebebas-bebasnya? Itu kenapa para ulama menekankan adab.

Imam Abu Hanifah pernah mengatakan cerita2 nyata ttg para ulama dan kebaikan2 mereka lebih disukai dr banyaknya ilmu fiqh. Bukan berarti meremehkan ilmu fiqh ya, beliau adalah imamnya ilmu fiqh. Karena perilaku ulama adalah fiqh yg real yg nyata, contoh nyata penerapan fiqh di kehidupan sehari2.

Kualitas Islam kita dilihat dr rutinitas kita sehari2. Bukan sikap kita di majelis ilmu semata, bukan sikap kita di depan bos kita. Sikap kita menunjukkan mukminkah kita atau munafikkah kita.

Orang2 besar adalah orang yg memiliki identitas dan bangga dengan identitasnya. Identitas kita ditentukan dari bagaimana ibadah kita, bagaimana kita mengelola hati kita, bagaimana kita bersikap.

Hadits Ibnu Majah : Agama itu rutinitas

Orang itu secara fitrah nggak suka dengan maksiat, kalo mau melakukan maksiat itu maju mundur, tp godaan syaitan itu luar biasa.

1. Salah satu berkah nya ilmu adalah menyebutkan referensi siapa yg memberikan ilmu tsb kepada kita.

2. Saling memberikan masukan, tambahan informasi, adalah kultur dunia ilmu. Para penuntut ilmu itu saling menyayangi, saling memperbaiki, mendukung, memberi masukan, meluruskan dgn cara yg bijak. Karena semua ilmu bersumber pd Al Qur'an, dan Qur'an adalah kitaburrahmah (QS Yunus ayat 57) "Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman."

3. Yg menyampaikan ilmu belum tentu mengetahui semuanya. Buktinya Ustadz Nuzul dikoreksi oleh ustadz lain mengenai perkataan ibnu Barr yg ternyata juga hadits Ibnu Majah. Parameter orang baik bukan yg menguasai, tp yg kebaikannya mengalahkan keburukannya, dan orang yg buruk adalah orang yg kebaikannya dikalahkan keburukanya

Kalo kita mengisi kajian di suatu majelis ilmu, lalu ada pertanyaan yg tidak bisa dijawab, maka sesekali bacakan pertanyaan tsb jika kondisi memungkinkan lalu jawab saya tidak tahu jawabannya. Agar murid kita tahu bahwa gurunya tidak maksum, gurunya terbatas juga ilmunya, pesannya adalah guru mereka pun haus belajar seperti mereka, belum sampai titik maksimal. Dan seluruh faidah, siapapun yg menyampaikan, kita harus tawadhu pd kebenaran. Karena kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Dan tanggung jawab guru bukan hanya menyampaikan materi tp juga memberikan keteladanan.

Ali Imran 54
"Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya (makar). Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya (makar)."

Ketika kita belajar bukan karena Allah, maka kita pasti akan terkena batunya. Pasti. Orang yg makar itu di depan kita baik, tulus, tp di belakangnya ternyata semua dilakukan untuk kepentingan dia. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas perbuatan makar. Mereka diberikan kecerdasan tp tidak kebersihan hati. Mereka paham tp tidak mendapatkan hidayah dr Allah. Imam Adz Dzahabi mengatakan para kaum mu'tazilah itu contoh yg ilmunya tidak bermanfaat.

Riya itu syirik kecil dan secara umum lebih parah dr dosa besar lainnya. Munafiq dengan riya tidak bisa dipisahkan. Orang kafir itu masih fair play, terang2an. Tp pelaku riya itu bermain, dia punya kepentingan lain, dia berusaha bermakar kepada Allah, tampaknya shalih, tp di belakang punya kepentingan lain. Dan Allah akan balas. Kecuali kalau kita berubah, bertaubat.

Salah satu bukti keikhlasan kita adalah ilmu kita berbuah amal kita sehari2. Tugas kita adalah merutinkan iman, ibadah, adab dlm keluarga kita.

Ali Imran 191
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka."


Orang2 yg bertakwa merutinkan di setiap kondisinya mengingat Allah saat duduk, berdiri, dan berbaring. Dan juga merutinkan keluarganya untuk mengingat Allah. Mulai dr diri kita, lalu orang terdekat, lalu sekitaran. Jangan sampai Allah balikkan makar Allah ke diri kita sendiri.

Barangsiapa yg akhirat menjadi ambisinya, maka Allah akan berikan kemudahan pada urusannya, dan Allah akan memberikan kekayaan dalam hatinya. Karena kekayaan itu tentang rasa, bukan harta. Kekayaan itu bukan aset, tp jiwa. Dan dunia akan datang ke dia dlm kondisi hina.


Tanya Jawab

1) Bagaimana mengamalkan ilmu di majelis ilmu dlm kehidulan sehari2
Pertama2 kalo takut tidak bisa mengamalkan solusinya bukan jadi tidak datang ke majelis ilmu. Belajar dan mengamalkan adalah satu paket. Belajarlah secara bertahap, karena kalo belajar secara random, maka kerepotan mengamalkannya. Dan konten2 kajian tidak semata2 mudah diamalkan. Hatinya kita yg belum siap untuk mengamalkan. Al Qur'an aja diturunkan secara bertahap. Bukan langsung satu mushaf. Dan begitulah cara Allah memantapkan, mengokohkan hati Muhammad. Hati Nabi padahal udah dicuci. Karena hati nggak kuat. Robbana ma khalaqta hadza bathila. "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka". Polanya Allah dlm QS Fathir 43.

Bukan masalah konten, tp masalah timing kita kapan mempelajari sebuah ilmu. Bukan kajiannya yg salah, tp kitanya yg belum siap menerima pelajaran selanjutnya. Begitu hati kita kokoh, maka untuk mengamalkan itu mudah. Begitu para shahabat hatinya kokoh, ayat larangan khamr diamalkan dalam waktu kurang dr 1x24 jam. Bahkan yg minum khamr beberapa saat sebelum ayat tsb turun aja memuntahkan khamr yg mereka minum, bukannya bersyukur oh sempet minum sebelum dilarang...

2) Sunnah Nabi tuh kalo suami nggak mau bangun maka dicipratin wajah suami itu dengan air, bukan dibacain ayat kursi.

3) Karir atau mengurus keluarga? Tp suami inginnya bekerja agar mensupport perekonomian keluarga.

Poinnya adalah bagaimana memprioritaskan keluarga. Kalau ingin berkarir jangan sebatas mencari uang aja, hidup kita terlalu mahal untuk cari uang aja, tanpa ada suatu karya yg kita tinggalkan untuk amal jariyah. Dan pentingnya proses pranikah untuk menyamakan frekuensi. Kalo nggak menemukan persamaan yaudah nggak usah lanjut.

4) Balasan itu tergantung jenis perbuatan. "Ada dua pintu (amalan) yang disegerakan balasannya di dunia yaitu kedzaliman dan durhaka (pada orang tua)." (HR Hakim)

5) Diberi fasilitas dunia, bagaiman agar tetap bertaqwa?

Barangsiapa yg mengerti akan manusia, dia akan beristirahat. Maksudnya mayoritas pujian manusia tidak tepat sasaran, dan banyak yg berlebihan. Imam Ibnu Halim.

Al Anbiya 35
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami."

Dua2nya adalah ujian, Allah akan tanya nanti. Nggak ada alasan kita berbangga atas fasilitas dunia. Yg harus kita pikirkan adalah bagaimana kita menjawab pertanyaan Allah di akhirat kelak. Kuatkan dengan mentadabburi tauhid asma wa shifat.

No comments:

Post a Comment