Friday, November 30, 2012

Ibu Rumah Tangga dan Wanita Karir

repost dari note saya di Facebook tanggal 19 September 2009 lalu, dengan sedikit perubahan.


Menurut survey kecil-kecilan yang dilakukan oleh teman saya untuk presentasi mata kuliah Psikologi Gender, 75% subjek perempuan memilih untuk menjadi wanita karir dan 25 % memilih menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan 82% subjek laki-laki menginginkan isterinya kelak menjadi ibu rumah tangga dan 18% sisanya menginginkan isterinya menjadi wanita karir.

Hmmm....
Bagaimana dengan anda?


Bukan masalah sebenarnya menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga. Sepanjang kita bisa mengatur keduanya, menetapkan skala prioritas, dan yang paling penting: menjadikan rumah benar-benar rumah bagi seluruh anggota keluarga, menjadikannya keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Itulah kenapa saya tulis judulnya "Ibu Rumah Tangga dan Wanita Karir" bukan "Ibu Rumah Tangga vs Wanita Karir"....

Saya suka nonton drama Jepang, di sana saya kagum dengan wanita-wanita Jepang yang saya lihat dari dorama-dorama itu. Mereka tampak hebat di mata saya. Mereka berangkat bekerja setelah semua orang di rumahnya meninggalkan rumah, setelah memastikan rumahnya ditinggal dalam keadaan bersih. Pulang sebelum lainnya sampai rumah, atau apabila pulang terlambat mereka sudah menyiapkan makanan bagi suami dan anaknya terlebih dahulu. Mereka memasak air hangat untuk mandi, mengajari anaknya mengerjakan PR, berdiskusi dengan suaminya. What a super woman. Mungkin itu gambaran ideal bagi saya ketika suatu saat nanti apabila saya memang harus bekerja di luar rumah.

Ibu rumah tangga adalah seorang wanita yang fokus utamanya pada kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, dan segala hal yang berkaitan dengan suami dan anak-anaknya, ia juga dapat membantu suaminya mencari penghasilan dengan bekerja di dalam rumah atau di luar rumah. Nah, ibu rumah tangga yang membantu suaminya mencari penghasilan dengan bekerja di luar rumah inilah yang saya maknai sebagai ibu rumah tangga yang juga menjadi wanita karir.

Dari situ saya menyadari, bahwa menjadi ibu adalah sebuah pekerjaan yang mahapenting. Betapa mereka hebat dan keren; mereka mengemban amanat yang sangat besar. Bukan hanya sekedar memasak, membersihkan rumah, mencuci, menyeterika, tapi juga mendidik anak-anaknya, mensupport suaminya, serta tak lupa berbakti pada orang tuanya, juga memanfaatkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah dan kuliah. Itu juga salah satu alasan saya mengapa dulu memilih menimba ilmu di Fakultas Psikologi: agar ilmu saya tentang proses mental dan perilaku ini tetap bisa saya aplikasikan meski saya tidak bekerja di luar rumah. Maka dari itu, saya memutuskan ingin menjadi ibu rumah tangga. A multitalented housewife.


Mengutip beberapa slide presentasi teman saya:
Wanita karier & ibu rumah tangga tinggalah cerita
Alasan dibalik itu yang bisa membuat jadi mulia
Melihat sejauh-jauhnya mata memandang
Sepanjang itulah senyum keluarga terbentang
Itu yang jadi tujuan
Wanita karir adalah bagian dari memiliki andil dalam keluarga
Bekerja untuk keluarga
Mereka mampu memberikan manfaat kepada orang banyak setelah manfaat utamanya terpenuhi
Bukan ia yang lari dari tanggung jawab juga bukan dia yang tak peduli


Tuesday, November 27, 2012

What My Father Taught Me

Suatu sore, entah bulan apa, 19 tahun yang lalu.
“Simbah Mbaron kan dateng, ngajinya libur dulu po'o...”
“Nggak, pokoknya tetep berangkat ke TPA! Dianterin dan ditungguin simbah...!”


 Sabtu sore di bulan Desember,14 tahun yang lalu
Surabaya diguyur hujan seharian, rumahku pun kebanjiran, sampe masuk rumah semata kaki (that means di luar udah sebetis). Dalam bayangku pasti kami kerja bakti nawu (nyerokin air ke luar rumah), bersih-bersih, dan bolos les Bahasa Inggris. Wong hujan deres gini juga... Nggak taunya bapak tetep nyuruh aku masuk les. Berangkat krubyuk-krubyuk (suaraku jalan menerobos banjir) ke tempat lesan. Dan seperti yang sudah diduga, cuman aku satu-satunya yang masuk! Dan guru lesku pun terheran-heran kenapa aku masuk dengan hujan lebat dan banjir seperti itu. Beliau tampaknya terharu, hehe...

Senin pagi di bulan Mei, 11 tahun yang lalu.
Aku bangun dengan bentol-bentol  besar di sekujur tubuh karena alergi kaporit setelah berenang kemarin. Pikirku "ah bobo lagi, paling ke dokternya agak siang" nggak taunya aku tetep suruh mandi pagi, kali ini dengan air anget, dan pake seragam sodara-sodara! Dengan tubuh bentol-bentol besar-besar, aku ke dokter Mufida, dokter langganan yang memang buka praktik sejak setelah subuh. Setelah itu aku diantar ke sekolah dan ikut pelajaran seperti biasa, dengan pandangan aneh teman-temanku. Dan entah kenapa anehnya aku juga biasa aja jawab alergi kaporit habis berenang, nggak peduli temenku mau jauh-jauh mau tetep deketin...


Well, itulah bapakku. Awalnya sebel, kesel, ngapain masuk sekolah wong sakit, ngapain masuk les wong banjir, ngapain masuk TPA wong ada simbah dateng...? Ternyata bapak sedang mengajariku disiplin, komitmen, dan tidak manja. 

Disiplin, dengan tetep masuk sekolah, masuk les, masuk TPA, kecuali untuk urusan yang memang tidak bisa ditinggalkan. Pembentukan kedisiplinan memang perlu perilaku yang konsisten dan tidak mudah terpengaruh.
Komitmen, karena aku masuk sekolah dengan kemauanku, aku daftar les Bahasa Inggris juga karena aku pengen. Kalo TPA, well TPA Takhobbar lah yang sedikit banyak mempengaruhi bagaimana aku sekarang ini, juga karena bapak dan ibu yang tidak pernah membiarkan aku bolos TPA.
Nggak manja. Dealing with bentol-bentol sekujur tubuh dan tatapan aneh teman-teman, berangkat krubyuk-krubyuk ke tempat les, dan semakin aku besar aku merasa semakin dilepas. Berangkat sekolah SMP sendiri, jaraknya >5 KM dari rumah, lewat jalan arteri di Kota Surabaya naik sepeda (tapi baru kemudian aku tau kalo bapak diam-diam kadang mengikutiku dari belakang hehe). Mulai dikasih uang jajan bulanan pas SMP, and so onI have to survive on my own way...

Lastly... I just wanna say....

Thank you for giving me so many things in my life. But I have nothing in return really. I just wish I could help other people just like what they taught me...

Welcome (again)

Setelah vakum dari dunia blogging hampir 2 tahun (terakhir posting Oktober 2010, duhh), akhirnya saya bertekad untuk ngeblog lagi. Di saat semua orang pada ngeluh Multiply mau tutup, saya malah ngucap alhamdulillah jadi inget masih punya blog, dan setelah boyongan ke ifayeyo.blogspot.com saya jadi pengen nulis lagi. Nulis apa aja: insight-insight baru yang meletup kayak popcorn di dalem kepala kalo kata Bella.