Wednesday, October 6, 2010
Monday, May 10, 2010
penggalan surat cinta hari ini
Aku berharap hangatnya tetap kita rasa, membakar luar biasa semangat segunung mimpi...
Esok lusa, ketika kotamu hujan dan pelanginya tak sampai terlihat di kotaku
Aku berharap langit malam tetap menitipkan kabar senyuman lewat cahaya dan bentuk bulan sabit yang sama...
Kalau kehidupan adalah tentang kematian
Esok lusa, ketika kamu bertemu Tuhanmu
Esok lusa, ketika aku bertemu Tuhanku
Pada Tuhan yang sama, kita akan bersaksi sama...
Kita pernah sama-sama bahagia, menyayangi, dan saling memberi arti....
:)
Sunday, May 2, 2010
Berjuta Syukur Hari Ini
Kami diterima dengan baik oleh pengasuh di sana. Pengasuh menceritakan beberapa kondisi anak-anak yang tinggal di sana. Ada 28 anak dengan berbagai tingkatan ketunaan di sana. Tingkatan ketunaan ada tiga: mampu didik, mampu latih, dan mampu rawat. Keterangan selanjutnya bisa didapatkan di Eyang Google :D. 28 anak tadi diasuh oleh 8 pengasuuh. Jumlah yang sangat kurang ideal memang. (Kalo kata Bu Indati, jalan ke surga emang ga mudah..., kebanyakan Psikolog lebih milih kerja yang dapet duit banyak di area PIO, kalo Perkembangan sedikit peminatnya, tapi deket ke surga, hehe...)
28 anak dengan berbagai macam ketunaan. Ada yang hidrosefalus, ada yang gabungan tunadaksa-tunanetra-tunaru
Dan ketika kami dipersilakan berkeliling di sana, rasa haru terpaksa kami tahan kuat-kuat. Rasa syukur yang saya yakin membuncah di dalam dada kami masing-masing.
Ketika di depan kami ada anak berusia 2 tahun, dengan fisik yang masih seperti bayi, serta berkepala sangat besar sehingga otaknya tertekan dan menjadi tipis, membuatnya tidak bisa merespon apa-apa, sehingga makan-minum pun melalui selang, apa yang anda rasakan?
Ketika di depan kami ada perempuan berusia 18 tahun dengan usia mental 4 tahun 8 bulan, berwajah Mongoloid dan berkepala datar. Seorang anak laki-laki, tampan wajahnya, berkulit putih bersih, tapi hanya bisa berbaring tanpa daya karena tunadaksa, tunanetra, tunarungu dan tunawicara, serta mikrosefali. Bagaimana perasaan anda?
Dan masih banyak keadaan anak-anak di sana. Sungguh, jika bukan karena kuasa Allah....
Maka nikmat Tuhan-Mu manakah yang kamu dustakan?
Satu kata yang terngiang: SYUKUR.
Kita di sini masih bisa bergerak, melihat, mendengar, berbicara, beraktivitas, berpikir tentang ini itu, berusaha mewujudkan mimpi, dan banyak lagi. Mereka di sana, hanya bisa tergolek lemah dengan bantuan selang, dengan obat-obat yang mengontrol tubuh mereka. Maka bersyukurlah teman... alhamdulillah... :)
Thursday, March 18, 2010
Dream
Monday, March 15, 2010
Semesta Amanah
Pagi datang memberi amanah pada mentari untuk menyinari bumi
Senja pun tiba dan rembulan mengambil perannya menemani sang bintang menghiasi langit malam
Kesepian alam mengabarkan burung untuk berkicau bersama desiran angin
Dan...Ketika pagi datang (lagi), bulan pun menyerahkannya pada matahari
Saat senja tiba, mentari mengulur amal pada rembulan
Bila bau tanah semerbak menyeruak, hujan pun menyerahkan pada tunas dan kecambah untuk mekar
Keramaian alam tiba, saatnya sungai berbisik bersama riak
Begitulah semesta amanah, semua akan berganti peran, bila alam berganti suasana
Pagi kepada siang, senja kepada malam, hujan kepada panas, dan sepi kepada ramai
puisi ini judulnya "Semesta Amanah", entah siapa yang mengarang... Nemu di LPJ Departemen PSDM GC 7, baguuusss ^_^
Menghargai Hak Orang Lain: Sebuah Pelajaran dari Bapak Penjual Sarung Handphone
Saat itu saya berada di Stasiun Depok Baru, menunggu KRL yang akan membawa saya ke Stasiun Jakarta Kota. Saya tertarik dengan sarung handphone yang dijual di salah satu kios di dalamnya. Lalu saya pun bertanya harganya pada bapak penjual sarung tadi. Setelah sepakat dengan harga yang diberikan (Rp 7.000), saya pun membayarnya dengan uang Rp 20.000.
Karena saat itu mungkin saya terlalu excited dengan sarung hape yang baru saya beli, setelah mengucapkan terima kasih pada bapak itu, saya pun ngeloyor saja tanpa meminta kembalian uang saya. Eh ternyata bapak itu menyusul saya memberikan kembalian sejumlah Rp 13.000 sambil bicara,
"Neng, ngeloyor aja, ini kembaliannya Neng...".
Saya kaget dan bilang, "Oiya Pak, lupa... Wah makasih sekali ya, Pak. Semoga dagangan Bapak laris deh Pak.."
Si Bapak bilang, "Amin, iya Neng.. mana sekarang lagi seret..." dan bla bla bla bapak itu bercerita tentang kondisi perekonomiannya yang kurang beruntung.
Pembicaraan itu diakhiri dengan perkataan bapak itu: "Sekarang mah kalo jujur aja ga cukup Neng. Tadi di uang 13000 mungkin buat Eneng biasa aja, buat saya mah banyak, hampir tiga kali harga sarung hape yang dibeli Eneng. Kalo Eneng lupa ambil kembalian mah mungkin untung buat saya, tapi ada Allah yang Maha Melihat, Neng. Takutnya gak berkah. Di sana juga ada hak Eneng dapet kembalian dari saya. Sekarang mah belajar menghargai hak orang lain biar berkah rejekinya."
Wuih masya Allah... di jaman seperti ini Bapak itu masih memegang prinsip: Menghargai hak orang lain, ada Allah yang Maha Melihat. Bagaimana dengan kita???