Saat itu saya berada di Stasiun Depok Baru, menunggu KRL yang akan membawa saya ke Stasiun Jakarta Kota. Saya tertarik dengan sarung handphone yang dijual di salah satu kios di dalamnya. Lalu saya pun bertanya harganya pada bapak penjual sarung tadi. Setelah sepakat dengan harga yang diberikan (Rp 7.000), saya pun membayarnya dengan uang Rp 20.000.
Karena saat itu mungkin saya terlalu excited dengan sarung hape yang baru saya beli, setelah mengucapkan terima kasih pada bapak itu, saya pun ngeloyor saja tanpa meminta kembalian uang saya. Eh ternyata bapak itu menyusul saya memberikan kembalian sejumlah Rp 13.000 sambil bicara,
"Neng, ngeloyor aja, ini kembaliannya Neng...".
Saya kaget dan bilang, "Oiya Pak, lupa... Wah makasih sekali ya, Pak. Semoga dagangan Bapak laris deh Pak.."
Si Bapak bilang, "Amin, iya Neng.. mana sekarang lagi seret..." dan bla bla bla bapak itu bercerita tentang kondisi perekonomiannya yang kurang beruntung.
Pembicaraan itu diakhiri dengan perkataan bapak itu: "Sekarang mah kalo jujur aja ga cukup Neng. Tadi di uang 13000 mungkin buat Eneng biasa aja, buat saya mah banyak, hampir tiga kali harga sarung hape yang dibeli Eneng. Kalo Eneng lupa ambil kembalian mah mungkin untung buat saya, tapi ada Allah yang Maha Melihat, Neng. Takutnya gak berkah. Di sana juga ada hak Eneng dapet kembalian dari saya. Sekarang mah belajar menghargai hak orang lain biar berkah rejekinya."
Wuih masya Allah... di jaman seperti ini Bapak itu masih memegang prinsip: Menghargai hak orang lain, ada Allah yang Maha Melihat. Bagaimana dengan kita???
kalo menurutku judulnya tepat adalah JUJUR alias kejujuran
ReplyDeletewew wew wew ...
ReplyDelete@nafaz: iya, bisa juga kejujuran :)
ReplyDelete@satya: ow ow ow
subhanallah...keren banget bapaknya
ReplyDeletedicari : pedagang jujur untuk indonesia lebih baik ^_^
ReplyDeleteyup, jujur lalu kemudian dapat dipercaya..
ReplyDelete