Suatu sore, entah bulan apa, 19 tahun yang lalu.
“Simbah Mbaron kan dateng, ngajinya libur dulu po'o...”
“Nggak, pokoknya tetep berangkat ke TPA! Dianterin dan ditungguin simbah...!”
Sabtu sore di bulan Desember,14 tahun yang lalu
“Simbah Mbaron kan dateng, ngajinya libur dulu po'o...”
“Nggak, pokoknya tetep berangkat ke TPA! Dianterin dan ditungguin simbah...!”
Sabtu sore di bulan Desember,14 tahun yang lalu
Surabaya diguyur hujan seharian, rumahku pun kebanjiran, sampe masuk rumah semata kaki (that means di luar udah sebetis). Dalam bayangku pasti kami kerja bakti nawu (nyerokin air ke luar rumah), bersih-bersih, dan bolos les Bahasa Inggris. Wong hujan deres gini juga... Nggak taunya bapak tetep nyuruh aku masuk les. Berangkat krubyuk-krubyuk (suaraku jalan menerobos banjir) ke tempat lesan. Dan seperti yang sudah diduga, cuman aku satu-satunya yang masuk! Dan guru lesku pun terheran-heran kenapa aku masuk dengan hujan lebat dan banjir seperti itu. Beliau tampaknya terharu, hehe...
Senin pagi di bulan Mei, 11 tahun yang lalu.
Aku bangun dengan bentol-bentol besar di sekujur tubuh karena alergi kaporit setelah berenang kemarin. Pikirku "ah bobo lagi, paling ke dokternya agak siang" nggak taunya aku tetep suruh mandi pagi, kali ini dengan air anget, dan pake seragam sodara-sodara! Dengan tubuh bentol-bentol besar-besar, aku ke dokter Mufida, dokter langganan yang memang buka praktik sejak setelah subuh. Setelah itu aku diantar ke sekolah dan ikut pelajaran seperti biasa, dengan pandangan aneh teman-temanku. Dan entah kenapa anehnya aku juga biasa aja jawab alergi kaporit habis berenang, nggak peduli temenku mau jauh-jauh mau tetep deketin...
Aku bangun dengan bentol-bentol besar di sekujur tubuh karena alergi kaporit setelah berenang kemarin. Pikirku "ah bobo lagi, paling ke dokternya agak siang" nggak taunya aku tetep suruh mandi pagi, kali ini dengan air anget, dan pake seragam sodara-sodara! Dengan tubuh bentol-bentol besar-besar, aku ke dokter Mufida, dokter langganan yang memang buka praktik sejak setelah subuh. Setelah itu aku diantar ke sekolah dan ikut pelajaran seperti biasa, dengan pandangan aneh teman-temanku. Dan entah kenapa anehnya aku juga biasa aja jawab alergi kaporit habis berenang, nggak peduli temenku mau jauh-jauh mau tetep deketin...
Well, itulah bapakku. Awalnya sebel, kesel, ngapain masuk sekolah wong sakit, ngapain masuk les wong banjir, ngapain masuk TPA wong ada simbah dateng...? Ternyata bapak sedang mengajariku disiplin, komitmen, dan tidak manja.
Disiplin, dengan tetep masuk sekolah, masuk les, masuk TPA, kecuali untuk urusan yang memang tidak bisa ditinggalkan. Pembentukan kedisiplinan memang perlu perilaku yang konsisten dan tidak mudah terpengaruh.
Komitmen, karena aku masuk sekolah dengan kemauanku, aku daftar les Bahasa Inggris juga karena aku pengen. Kalo TPA, well TPA Takhobbar lah yang sedikit banyak mempengaruhi bagaimana aku sekarang ini, juga karena bapak dan ibu yang tidak pernah membiarkan aku bolos TPA.
Nggak manja. Dealing with bentol-bentol sekujur tubuh dan tatapan aneh teman-teman, berangkat krubyuk-krubyuk ke tempat les, dan semakin aku besar aku merasa semakin dilepas. Berangkat sekolah SMP sendiri, jaraknya >5 KM dari rumah, lewat jalan arteri di Kota Surabaya naik sepeda (tapi baru kemudian aku tau kalo bapak diam-diam kadang mengikutiku dari belakang hehe). Mulai dikasih uang jajan bulanan pas SMP, and so on. I have to survive on my own way...
Lastly... I just wanna say....
Thank you for giving me so many things in my life. But I have nothing in return really. I just wish I could help other people just like what they taught me...
No comments:
Post a Comment